Sunday, 5 April 2015

Hari-hari Kotak Kardus

Bersenang-senanglah. Hari-hari ini adalah hari-hari yang akan kita rindukan di tahun-tahun mendatang.
Anonim



Kotak kardus berperan penting di masa kecilku. Jangan salah paham; mainan juga menyenangkan, tetapi tidak ada satu pun yang dapat mengalahkan kotak kardus ditambah beberapa orang anak―terutama kedua tetanggaku, Chris dan Nick, kakak beradik yang tinggal tiga blok dari rumahku.
Musim panas adalah saat yang paling tepat untuk bermain kotak kardus. Hari-hari panjang yang santai menyediakan cukup waktu untuk  merasakan hakikat sebuah kardus dan untuk menjalin hubungan dengannya. Namun, untuk dapat berhubungan dengan kardus, kami harus mencarinya dulu. Kami bertiga berdesakan di bak belakang truk orangtuaku, lalu menyanyikan lagu “Na, Na, Na” (atau lagu apa saja yang kami lupa kata-katanya, tapi tetap saja kami nyanyikan) sambil menunggu Mama menemukan kuncinya. Tak seorangpun di antara kami yang berani mengusulkan duduk di depan karena kursi depan hanya untuk cewek.
Akhirnya setelah menyanyikan banyak lagu “Na, Na, Na” Mama mengantarkan kami ke tempat kardus, dan lihatlah itu! Kardus tercantik yang pernah kami lihat. Kardus itu bekas kardus lemari es, kardus terbaik untuk dimiliki. Kardus lemari es bisa digunakan berkelana ketempat-tempat yang jauh lebih baik daripada kardus lainnya, dan kemampuannya untuk dijadikan apa saja sungguh tak tertandingi. Gudang atau ruang pamer meubel membuang harta mewah ini lewat pintu belakang seakan-akan benda ini tak berguna. Kami tiba tepat pada waktunya untuk menyelamatkannya dari rahang jahat truk sampah.
Kami memperhatikan dengan gembira ketika Mama memasukkan kardus itu ke bak belakang truk. Kami merangkak masuk ke dalam kardus itu dalam perjalanan pulang, terlindung dari angin dan serangga yang seakan mengarah ke kerongkongan kami saat kami tengah menyanyi “Na, Na, Na.”
Kedatangan kami di rumah merupakan pengalaman yang membuat kami besar kepala. Semua orang di luar rumah bisa melihat kami, dan akan tersebar berita bahwa Chris, Nick, dan Eva mempunyai kardus lemari es. Asal tahu saja, orang yang mempunyai kardus lemari es memiliki posisi terhormat. Kami akan menjadi legenda. Kami akan membawa kardus kami ke tempat yang belum pernah didatangi orang.
Kami menurunkan harta kami dan membawanya hati-hati ke halaman belakang. Chris berkata bahwa kami harus berdiam diri beberapa saat untuk merenungkan apa yang akan kami lakukan dengan benda hebat ini. Kami merenung sekitar lima detik. Tiba-tiba, seakan-akan ada kekuatan misterius yang membuka kotak suara kami, dan kami pun bernyanyi:

Na na na na
Kardus kami menyenangkan
Na na na na
Kami pun sangat senang

Lagunya memang pendek. Tetapi indah. Dan aku yakin lagu tersebut pasti menyentuh perasaan mereka yang mendengarnya.
Waktunya tiba untuk memutuskan.”Ayo kita pergi ke Zo di dalam kardus!” ujarku.
“Siapa?” Nick dan Chris memandangku
“Tempat yang kita kunjungi atau yang tidak kita kunjungi, itulah masalahnya,” jawabku.
Nick mengatakan bahwa kata-kataku tak jelas, dan kujelaskan ini dengan sangat sederhana. Dia dan Chris hanya perlu berpikir terbalik. Chris setuju dengan Nick―maksudku tidak jelas.
“Zo itu kebalikan dari Oz, tolol! Kita ingin pergi ke Zo dan melakukan semua hal yang dilakukan Dorothy di Oz, tapi terbalik.” Aku membentak mereka karena aku tahu mereka sebetulnya mengerti kalau saja mau berpikir.
Chris mula-mula menatapku, lalu mulai memandang ke kardus sementara ia mempertimbangkan gagasan cemerlangku. Mungkinkah Chris dan Nick sakit parah, karena mereka mestinya sudah tahu pada waktu itu, dari pengalaman kami yang lalu, bahwa kardus (terutama yang ini) dapat membawa kami ke mana pun. Kami dapat melakukan atau menjadi apa pun yang kami inginkan berkat kekuatan kardus lemari es yang hebat itu. Dan kami dapat melakukannya dengan terbalik.
“Tahu enggak, Eva benar juga,” kata Chris. “Kita belum pernah bermain terbalik, jadi ini yang pertama kalinya. Tapi kita dapat pergi ke mana saja dengan terbalik, tak cuma Zo.”
Pada saat itu dalam hdup kami yang muda, kami mengerti dengan jelas bahwa kami akan mencatat sejarah. Orang di seluruh dunia akan membicaran “Tiga Anak Kardus Terbalik.” Anak-anak lain akan mencoba mengunjungi tempat yang kami kunjungi, tapi tak ada yang dapat menjadi seperti kami karena daya khayal mereka lebih buruk daripada daya khayal kami.
Kami membuat pernyataan dengan khidmat bahwa kardus kami akan menjadi mesin waktu. Kami bersumpah demi stoples selai kacang bahwa gagasan terbalik ini akan kami pakai terus (setidaknya sampai kardus berikutnya). Dan orang yang mengingkari janji yang dibuat demi stoples selai kacang itu dianggap amoral.
Setelah kami mundur beberapa tahun ke masa lalu, kami menghadapi sebuah dilema. Kami sedang mengobrol dengan seseorang yang bernama Elvis yang bertanya bagaimana kami tiba di Graceland. Kami menceritakan tentang mesin waktu kami, gagasan terbalik, sumpah stoples selai kacang, dan bagaimana kami kembali menyusuri sejarah. Elvis gembira sekali mendengarnya dan ia berkata bahwa kami anak-anak yang cukup menarik…tapi…
“Tapi apa?” kami mendesak.
Ia ingin tahu bagaimana kami akan pulang kalau kami hanya dapat berjalan terbalik.
Dalam kehidupan kami, kami belum pernah menghadapi masalah seperti ini. Kami juga belum pernah mengingkari sumpah stoples selai kacang. Kami benar-benar pusing. Kami tak mungkin menyerah. Kehidupan ada yang di atas, ada yang di bawah―ini hanyalah salah satu kesulitan besar, yang perlu direnungkan semalaman. Untunglah, orangtua kami tak memperbolehkan kami di luar semalaman untuk memainkan permainan pura-pura kami.
Mama memanggil dari rumah, menarik kami dari dunia khayalan kami dan mendaratkan kami mendadak di halaman belakang lagi. Sudah waktunya Nick dan Chris pulang. Kami bertiga segera merencanakan untuk bertemu jam delapan besok pagi untuk menyelesaikan masalah ini. Saat aku berlari beberapa meter ke pintu belakang rumahku, Nick dan Chris berlari tiga blok ke rumah mereka. Waktu tak boleh disia-siakan. Kami hanya punya waktu hingga pagi sebelum kami kembali dalam kenyataan dunia khayalan kami lagi.
Pada jam 7:33 keesokan harinya, dering telepon memecah kesunyian, dan aku terseok-seok turun dari tempat tidur, dengan kepeningan akibat terlalu banyak berpikir. Saat kuangkat telepon, Nick bertanya apakah aku menutup kardus dengan plastik malam sebelumnya seperti yang seharusnya, kalau-kalau hujan turun. Aku melihat keluar jendela dan melihat bahwa tadi malam hujan turun, hujan yang lebat. Dengan penuh rasa sesal dalam hati, aku mengatakan bahwa aku tidak menutupnya, tapi tanggung jawabnya jatuh pada kami semua, jadi bukan salahku seluruhnya.
Nick dan Chris datang, dan sunyi menggantikan canda tawa kami yang biasa. Kardus kami itu baru sehari saja menjadi milik kami. Sekarang kami terdampar di dunia nyata karena kardus kami telah mati.
Kardus basah tak dapat ditinggalkan membusuk di halaman. Kardus itu kardus yang baik saat hidupnya dan pantas dihormati. Jadi, kami menyeretnya ke sisi jalan tempat pengangkutan sampah. Pada hari sebelumnya kami menyelamatkannya dari truk sampah yang akan mencabut nyawanya terlalu dini; sekarang sudah waktunya kardus kami pergi. Meskipun kematiannya bersifat alami, mestinya dapat dicegah. Kenyataan ini akan menjadi beban di pundak kami untuk seluruh masa kecil kami.
Kami bertiga duduk di samping kardus mati itu supaya kami dapat melihatnya waktu truk sampah datang. Kami bahkan membuat lagu berkabung “Na Na Na”, dan kami bernyanyi sekuat tenaga saat truk sampah itu datang membawa kardus kami. Tak ada yang dapat memasukan ketulusan atau perasaan ke dalam sebuah lagu lebih banyak daripada yang kami nyanyikan pada waktu itu. Meskipun kami berkabung untuk kardus kami, kami tahu kami harus maju terus. Kami harus mencari kardus lain, dan kami harus membangun dunia khayalan lain dengannya.
Aku rindu pada hari-hari kardus. Namun, sama seperti kami maju terus setelah kematian kardus kami, aku harus maju terus dan tumbah dewasa. Tapi, khayalan masa kecilku akan selalu menjadi bagian diriku. Aku akan selalu percaya akan kotak kardus
Eva Burke
(Chicken Soup, for the Teenage Soul)

No comments:

Post a Comment