Sunday, 5 April 2015

Kartu Natal yang Sederhana

Teman adalah hadiah yang kita berikan pada diri sendiri
                                                Robert Louis Stevenson



Abbie baru masuk kelas satu di sebuah SMU di pusat kota. Ia seorang gadis pemalu dan jarang memperlihatkan perasaannya. Tak pernah terbayangkan olehnya bahwa dia akan kesepian. Tetapi, segera saja dia memimpikan kembali kelas tiga SMP nya. Kelas itu dulu adalah kelas yang kecil dan ramah.. Sementara sekolah baru ini terlalu dingin dan kejam.
Tampaknya tak seorangpun siswa di sekolah ini peduli apakah Abbie merasa diterima atau tidak. Abbie seorang gadis yang penuh perhatian, tetapi sifat pemalunya membuatnya sulit mendapatkan teman. Memang ada yang sesekali menemaninya―tahukan, jenis teman yang suka memanfaatkan kebaikannya dengan menipunya.
Dia melintasi lorong sekolah setiap hari tanpa pernah dipedulikan siswa lain; tak ada yang mengajaknya bicara, sehingga suaranya tak pernah terdengar. Demikian parahnya keadaan itu sehingga Abbie lama-lama merasa bahwa pendapatnya memang tak cukup baik untuk didengarkan oleh orang lain. Maka, dia pun terus berdiam diri, nyaris bisu.
Orangtuanya sangat mencemaskannya karena takut Abbie tak akan pernah punya teman. Dan, karena mereka sudah bercerai, mereka merasa bahwa Abbie sangat perlu sering mengobrol dengan temannya. Orangtuanya berusaha keras agar Abbie bisa bergaul. Mereka membelikannya pakaian bagus-bagus dan CD, tetapi semua itu tak ada gunanya.
Sayangnya, orangtua Abbie tak tahu bahwa Abbie sering merencanakan untuk mengakhiri hidupnya. Dia sering menangis sampai tertidur, dan yakin bahwa tak seorangpun mencintainya dan mau menjadi teman sejatinya.
Teman barunya, Tammy, memanfaatkannya untuk membuatkan pekerjaan rumah dengan pura-pura membutuhkan bantuan. Bahkan, lebih buruk lagi, Tammy tidak pernah mengajak Abbie ikut bermain dengannya. Hal ini semakin memojokan Abbie.
Keadaan semakin memburuk setelah musim panas; Abbie sendirian saja tanpa kegiatan apapun sehingga dia sering memikirkan yang bukan-bukan. Dia membiarkan dirinya percaya bahwa hidup ini memang kejam. Baginya, hidup itu tak ada gunanya.
Dia naik ke kelas dua dan bergabung dengan kelompok remaja kristen di gereja setempat, dengan harapan bisa mendapatkan teman. Dia bertemu dengan orang-orang yang di luarnya tampak seperti menyambut kehadirannya tetapi di dalam hati mengharapkan Abbie tak mendekati kelompok mereka.
Pada saat Natal, Abbie sudah begitu menderita sampai-sampai dia harus minum obat tidur supaya bisa tidur. Seakan-akan dia mulai tergelincir keluar dari dunia ini.
Akhirnya, dia memutuskan untuk melompat dari jembatan pada malam Natal, pada saat orangtuanya menghadiri pesta Natal. Ketika dia meninggalkan rumahnya yang hangat, berjalan menuju jembatan itu, dia memutuskan untuk meninggalkan surat untuk orangtuanya. Ketika dia membuka kotak surat, dia menemukan ada beberapa pucuk surat di dalamnya.
Dia mengambil surat-surat itu, ingin tahu siapa pengirimnya. Ada surat dari kakek dan nenek Knight, dua surat dari tetangga…lalu dia melihat sepucuk yang ditujukan kepadanya. Dia segera membuka amplopnya. Ternyata dari seorang pemuda di kelompok remaja itu.

Dear Abbie,
 Aku minta maaf karena tidak dari dulu mengajakmu mengobrol, tetapi orangtuaku sedang merencanakan untuk bercerai, jadi aku tak sempat mengobrol dengan siapapun. Aku berharap kamu dapat membantuku menjawab sejumlah pertanyaan tentang anak-anak korban perceraian. Kurasa kita bisa bersahabat dan saling menolong. Sampai jumpa di kelompok remaja di hari minggu!

Dari temanmu,
Wesley Hill

Dia menatap kartu itu sejenak, membacanya berulang-ulang. “Bersahabat,” Abbie tersenyum, menyadari bahwa ada seseorang yang menaruh perhatian padanya dan menghendaki Abbie Knight yang biasa-biasa saja dan pendiam ini menjadi temannya. Abbie merasa dirinya sangat istimewa.
Dia berbalik dan masuk ke rumah. Dia langsung menelepon Wesley. Rasanya kita bisa menyebut Wesley sebagai mukjizat Natal, karena persahabatan adalah hadiah terbaik yang Anda berikan kepada orang lain
Theresa Peterson
(Chicken Soup, for the Teenage Soul)

No comments:

Post a Comment